OGAN KOMERING ILIR — Suara bising dunia jurnalistik Sumatera Selatan tiba-tiba sunyi, tergantikan oleh duka yang mendalam. Wartawan senior EDIGEBUK bin MADESI, sosok yang selalu ada di depan untuk menangkap cerita, telah meninggal dunia pada malam Kamis sekitar pukul 02.00 WIB. Ia berusia hanya 56 tahun.
Almarhum telah kembali ke pangkuan Illahi dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Sebelumnya, jenazah disemayamkan di rumah duka kakak kandungnya, Darson, yang terletak di belakang Puskesmas Pedamaran, Desa Pedamaran VI, Kecamatan Pedamaran — tempat di mana keluarga dan rekan-rekan terakhir kali menyaksikan sosoknya yang tenang.
Kepergiannya bukan hanya meruntuhkan hati keluarga, melainkan juga semua rekan seprofesi yang mengenalnya sebagai sosok pekerja keras, bersahaja, dan yang selalu mengorbankan dirinya demi profesinya. Tak ada yang siap menghadapi kehilangan ini.
Fidiel Castro, sahabat dekat yang sudah seperti saudara kandung, masih sulit menerima kenyataan. Rasa terkejut dan kepahitan masih terasa dalam hatinya.
“Saya benar-benar terpukul. Kami bukan sekadar rekan kerja — ia adalah bagian dari kehidupanku, seperti adik atau kakak yang selalu ada,” ujar Fidiel sambil memegang erat kenangan.
Pertemuan terakhir mereka terjadi dua minggu lalu, Desember 2025, ketika almarhum tiba-tiba mengunjungi kediamannya di Tanjung Raja. Tanpa rencana panjang, mereka berdua melintasi Ogan Ilir hingga Indralaya untuk mencari berita — seperti halnya yang selalu mereka lakukan selama bertahun-tahun.
Pada perjalanan itu, Fidiel masih kagum dengan semangat almarhum yang tak pudar dan fisik yang masih kuat meski usianya sudah kepala lima. “Beliau masih sanggup berjalan jauh, menempuh jalan yang kasar, hanya untuk menangkap cerita dan mengais rezeki. Saya yang lebih muda justru merasa lelah duluan,” katanya, dengan nada yang menyedihkan.
Mereka juga berbagi obrolan dalam hati tentang kehidupan. Almarhum, yang dikenal sebagai orang yang realistis, pernah berkata: “Hidup itu untuk dinikmati, dan ketika mati semua akan ditinggalkan.” Kata-kata itu sekarang terngiang-ngiang di telinga Fidiel, terasa lebih dalam dan menyakitkan.
Selain Fidiel, rasa kehilangan juga dirasakan Iwan Suganda dari media Wartaglobal.id, yang telah lama berkenalan dengan almarhum. “Saya sangat sedih mendengar kabar ini. Dia adalah rekan yang selalu penuh semangat dan suka berbagi pengetahuan. Dunia pers lokal kehilangan sosok yang berharga,” ujar Iwan dengan nada tersenyum pahit.
Iwan juga menyampaikan do'a dari dalam hati: “Ya Allah, Engkau hapuslah segala dosa almarhum EDIGEBUK bin MADESI, baik yang terlintas dalam hati maupun yang terucap dengan lidah, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Engkau limpahkan rahmatMu kepadaNya, berikan kedamaian pada jiwanya, dan masukkanNya ke dalam surgaMu yang penuh kebahagiaan, bersama orang-orang yang saleh. Amin.”
Dalam suasana duka ini, banyak rekan seprofesi yang pernah berselisih paham dengan almarhum juga menyampaikan rasa kesalahan dan permohonan maaf. “Kita pernah berbeda pendapat dalam pekerjaan, tapi itu semua hanyalah urusan profesional. Sekarang dia sudah pergi, saya hanya bisa minta maaf sepenuh hati, semoga almarhum memaafkan segala yang pernah membuatnya tidak nyaman,” ujar salah satu rekan wartawan yang tidak mau disebutkan namanya, dengan suara terengah-engah. Banyak yang mengikuti langkahnya, menyampaikan permohonan maaf yang tulus sebagai tanda penghormatan terakhir.
Rencana mereka (Fidiel dan almarhum) untuk kembali melakukan kontrol jurnalistik ke Ogan Ilir pada hari Senin nanti pun tak pernah terwujud. Selama sepekan terakhir, almarhum tidak lagi merespons pesan singkat — seperti jika ia sudah tahu bahwa waktunya untuk pergi telah tiba.
Kepergian EDIGEBUK bin MADESI adalah kehilangan besar yang tak tergantikan bagi pers lokal Sumatera Selatan. Ia dikenang sebagai wartawan yang gigih, sederhana, dan bekerja keras hingga akhir nafasku.
“Selamat jalan, sahabatku tercinta. Semoga amal ibadahmu diterima Allah SWT, dan engkau ditempatkan di surga yang penuh kebahagiaan. Aku akan selalu merindukanmu,” tutup Fidiel, dengan air mata yang tak bisa ditahan.
PPWI: IWN
KALI DIBACA



.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar